Oleh: Ustadz Dr. Ahmad Djalaluddin, Lc. MA.
Tiap kali menjelang hari-hari bersejarah, teringat penggalan ayat:
… وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“… dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur”. (QS. Ibrahim: 5)
Di bulan Rabi`al Awwal ada hari Allah yang bersejarah, hari lahirnya Muhammad. Yang istimewa dari hari itu bukan semata kelahiran ‘manusia’nya, melainkan kelahiran risalah.
Risalah itu diwariskan kepada umat Islam.
Nabi tidak meninggalkan harta untuk keluarga dan umatnya. Tapi Nabi akhir zaman itu mewariskan risalah dan karya dakwah. Dan di antara risalah dan karya dakwah yang diwariskan adalah:
1⃣ `Ubudiyyatu lillahi wahdahu (penghambaan kepada Allah semata).
Sejak di Mekkah hingga akhir hayatnya, misi Nabi dan kerja dakwahnya adalah tahrir al `ibad min `ibadati al ibadi ilaa `ibadati Rabbi al `ibadi (membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama menuju penghambaan kepada Rabb-nya para hamba).
Warisan ini dengan baik dijaga oleh Umar bin Khatthab –radliyallahu `anhu. Khalifah kedua itu menegur warganya yang mengeksploitasi saudaranya: “Sejak kapan kau perbudak orang lain, padahal ibunya melahirkannya dalam keadaan merdeka.”
2⃣ Ukhuwah Islamiyah.
Rasulullah diutus oleh Allah di tengah masyarakat yang beragam. Keragaman ini seringkali memicu konflik. Sebab terbangun persepsi di kalangan mereka bahwa suku, bangsa, bahasa, status sosial sebagai simbol keunggulan.
Melalui gerakan tauhid masyarakat disatukan dalam bingkai ukhuwah. Dan diajarkan bahwa ukhuwah itu saudara keimanan sedangkan perpecahan sebagai saudara kekufuran. Karena itu *mukmin sejati akan senang bila melihat saudaranya bersatu, dan gelisah melihat perpecahan di tengah umat.
Mukmin mewarisi ajaran Nabi (ukhuwan islamiyah), bukan mewarisi ajaran setan (al takhrisy, adu domba dan perpecahan).
3⃣ Kemandirian dan izzah umat.
Nabi membangun kemandirian dan izzah (kehormatan) umat. Gerakan tahrir (pembebasan) dalam dakwah nubuwah tidak terbatas aqidah dan ibadah. Tapi meluas dan menjangkau aspek-aspek politik, ekonomi, dan sosial.
Secara politik, dakwah Nabi berhasil membangun kedaulatan politik umat sehingga terlepas dari bayang-bayang Romawi atau Persi. Secara ekonomi kaum muslimin memiliki pasar tersendiri, modal sendiri, dan memprioritaskan transaksi dengan sesama.
Dan secara sosial, izzah (kehormatan) umat terlihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmudzi berikut:
عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ، أَنَّهُ أَهْدَى لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً لَهُ أَوْ نَاقَةً، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَسْلَمْتَ؟”، قَالَ: لَا، قَالَ: “فَإِنِّي نُهِيتُ عَنْ زَبْدِ الْمُشْرِكِينَ “، قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Dari Iyadl bin Himar, dia berkata: “Saya memberi hadiah seekor onta kepada Nabi –shallallahu `alaihi wa sallama. Nabi bertanya kepadaku, “Apakah kamu Islam?” Aku (Iyadl) menjawab: “Tidak”. Kemudian Nabi berkata: “Sesungguhnya aku dilarang (menerima) pemberian orang musyrik”.
Memang tidak bisa dikatakan secara mutlak: ‘dilarang menerima pemberian orang kafir’, karena ada riwayat lain yang shahih bahwa Nabi pernah menerima pemberian Yahudi. Tapi, sebagai titik temu dengan riwayat yang melarang adalah: pemberian itu jangan menyebabkan izzah dan kemandirian umat dan bangsa tergadai.
Khawatirnya, terjadi seperti idiom ini: _‘al insan `abiidu al ihsan’,_ manusia (bisa menjadi) budak (karena) kebaikan yang diberikan orang lain.
Kelahiran Rasulullah mengingatkan kelahiran risalah dan kewajiban menjaga karya dakwah nabawiyah.
Wallahu a`lam bisshawab
Malang, 11 Rabiul Awal 1438H