Oleh: Ustadz Dr. Ahmad Djalaluddin, Lc. MA.
Sebagai orang tua tentu punya harapan pada anak. Bukan materi, karena kalau sudah ‘sepuh’ orang tua tidak lagi ‘terlalu butuh’ harta. Orang tua juga tahu, kelak anak-anaknya juga memiliki keluarga yang harus dicukupinya, sehingga orang tua pun sadar, tidak akan menuntut ‘perhatian lebih’ pada anak-anaknya.
Kata Al Quran, istri itu ladang dan suami petani. Bagi petani, menanami ladang itu bukan tujuan. Ada harapan bisa melihat tanaman tumbuh subur dan bisa memanen hasilnya. Bagi suami-istri, menyalurkan hasrat sexual bukanlah tujuan menikah. Tapi ada harapan bisa melihat anak yang tumbuh menjadi qurrata a`yun, serta bisa menjadi tambahan pahala di yaumi al hisab.
Sebagai manusia yang *tidak ma`shum,* masih banyak dosa yang dilakukan. Sebagai hamba yang memiliki nafsu, masih sering tidak optimal dalam beramal. Sebagai individu, rasanya tidak cukup berbekal amal yang sifatnya personal. Karena itu ada harapan tambahan bekal melalui mendidik anak dengan Al Quran.
Ingin rasanya kelak di alam baka (baqa`-kekal, akhirat), anak menyematkan mahkota di kepala dan memberi syafaat pada orang tua. Sangat emosional.
Mungkin ‘semangat emosional’ itu yang melatari minat para orang tua mencari sekolah yang memfasilitasi ‘menghafal Al Quran’.* Cukup besar animo masyarakat, sehingga di setiap sekolah yang memenuhi kriteria tersebut selalu ramai peminat. Meskipun demikian, banyak sekolah tidak berani membuka kelas ‘akselerasi qurani` tapi lebih berani membuka kelas akselerasi akademik. Karena faktanya yang tidak mempertimbangkan aspek ‘emosional’ itu lebih dominan.
Apakah menghafal Al Quran tidak mungkin disatukan dengan prestai akademik?
Abdul Daeem Kaheel,_ pakar mu`jizat ilmiah Al Quran, menyebutkan banyak artikel dan penelitian ilmiah yang mengkaji keunggulan anak-anak yang belajar umum plus menghafal Al Quran dibanding dengan tanpa menghafal Al Quran, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Kesimpulan dari kajian Kaheel itu bahwa keunggulan menghafal Al Quran adalah:
?Kejernihan otak.
?Kekuatan daya ingat.
?Stabilitas kejiwaan.
?Kebahagiaan yang luar biasa.
?Kekuatan bahasa, logika, dan orasi.
?Kemampuan membangun hubungan sosial dan meraih kepercayaan.
?Terhindar dari penyakit akut.
?Kemampuan mengembangkan wawasan dan tingkat pemahaman.
?Perasaan kuat dan stabilitas emosional.
Akhirnya saya paham, di kampus kami, sangat sering yang menjadi mahasiswa terbaik adalah para penghafal Al Quran. Saya pun paham, mengapa banyak kampus ‘elit’ membuka jalur bagi penghafal Al Quran.
Maha Benar Allah yang berfirman:
(بَلْ هُوَ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآَيَاتِنَا إِلَّا الظَّالِمُونَ)
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang dhalim”. (Al Ankabut: 49)
Wallahu a`lam bisshawab
Malang, 25 Rabiul Awal 1438H