Oleh: Ustadz Dr. Ahmad Djalaluddin, Lc. MA.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu `anhu, dia berkata, _“Aku mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian adalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka.
[HR. Bukhari dan Muslim].
Latar Belakang Hadits
Muhammad bin Ziyad meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah menyampaikan khutbah, “Hai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian ibadah haji, maka berhajilah”. Seorang sahabat bertanya, “Apakah tiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau tidak menjawab. Si penanya itu mendesak hingga tiga kali.
Kemudian Rasulullah berkata, “Kalau jawab saya “ya”, sudah tentu menjadi wajib tiap-tiap tahun, sedangkan kamu tidak akan kuasa mengerjakannya. Biarkanlah aku terhadap apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena pertanyaan dan penentangan mereka kepada nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, kerjakan semampu kalian. Dan jika aku melarang sesuatu pada kalian, tinggalkanlah”.
Pelajaran-pelajaran
Fiqih:
?Di antara karakteristik syariah adalah al yusru wa al taysir (mudah dan memudahkan). Perintah dan larangan syariah ditetapkan dalam batas dan kapasitas kemampuan manusia. Tidak ada yang memberatkan melebihi batas kemampuan manusia.
?Secara bertahap kewajiban syariah ditetapkan dari yang mudah ke yang lebih mudah. Seperti, bila tidak memungkinkan berwudlu (mudah), maka diganti dengan tayammum (lebih mudah). Bila tidak mampu shalat dengan berdiri (mudah), maka boleh dengan duduk (lebih mudah).
Ushul Fiqih
?Tidak semua perintah berhukum wajib, sebagaimana tidak semua larangan berhukum haram. Perintah ada yang wajib dan ada yang sunnah. Sedangkan larangan ada yang haram dan ada yang makruh.
?Nabi Muhammad –shallallahu `alaihi wa sallam- memiliki otoritas memerintah dan melarang. Hal ini menegaskan bahwa sunnah merupakan sumber hukum ke dua setelah Al Quran.
?Fungsi sunnah terhadap Al Quran:
Sunnah sebagai penjelas ayat-ayat Al Quran: “
…Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Al Nahl: 44)
Sunnah merinci ayat-ayat Al Quran yang bersifat global, seperti merinci praktik shalat, zakat, dan sebagainya.
Sunnah mengkhususkan dan membatasi ayat-ayat Al Quran yang umum dan muthlak.
Sosial:
?Makna ‘fajtanibu’: sikap terhadap larangan tidak sekadar ‘tidak melakukan’, tapi bermakna menjauhi. Terhadap zina, tidak sekadar tidak berzina, tapi menjauhinya dengan menghindari sebab-sebab yang mendorong praktik zina.
?Menjaui larangan berdampak pada kedamaian hidup seseorang dan stabilitas kehidupan sosial.
Sejarah
?Urgensi mempelajari sejarah guna melihat sebab-sebab keunggulan dan kehancuran peradaban masa lalu. Belajar sejarah tidak hanya membaca peristiwa, tapi juga mengambil pelajaran di balik peristiwa.
?Bila umat Islam tidak memperhatikan sejarahnya, maka dimungkinkan sejarah perjuangan umat Islam akan dimanipulasi oleh orang lain.
Tarbawiyah:
Tipe pertanyaan tergantung pada kepribadian, pemikiran, tujuan, dan wawasan penanya. Pertanyaan yang diajukan adakalanya:
?Untuk belajar dan mengenali sesuatu yang tidak diketahui, baik masalah ibadah maupun lainnya.
?Untuk menambah pengetahuan dan mengokohkan pemahaman.
?Untuk mendebat atau menjatuhkan seseorang. Yang seperti ini dilarang dalam Islam.
Kedokteran:
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Ilmu dan sain banyak membuktikan bahwa di balik larangan-larangan agama pasti ada mudharat (bahaya) bagi manusia. Sehingga bila sikap menjauhi larangan ditaati akan mendorong kehidupan yang bersih dan sehat.
Fiqih Dakwah:
?Para da`i hendaknya tegas dalam masalah larangan yang pasti dan tidak menyepelekannya.
?Para da`i hendaknya memerhatikan kemampuan objek dakwah (mad`u) dan tidak menyulitkan mereka.
Wallahu a`lam bisshawab
Disarikan dari Idhah al Ma`ani al Khafiyyah fi Al Arba`iina al Nawawiyah, Muhammad Tatay, Dar al Wafa`, Manshurah, 1414-1994, hal. 75-81.
Malang, 24 Rabiul Awal 1438H.