Akad ganda atau hybrid contract menjadi praktik lumrah’ di tengah masyarakat. Sulit dihindari. Disadari atau tidak, mayoritas kita menerapkannya.
Saat menginap di hotel, dengan sekali pembayaran terkandung banyak akad: sewa kamar, sewa jasa kebersihan, sewa pemanfaatan kamar mandi, menitipkan barang, membeli sarapan (bukan sewa sarapan), dan sebagainya.
Dalam jasa traveling juga mengandung akad ganda. Dengan sekali transaksi terkandung akad sewa jasa dan akad jual beli makanan yang dinikmati saat singgah di restoran.
Di balik transaksi barang-barang elektronik atau mebeler juga ada hybrid contract. Ada akad membeli TV yang digabung dengan akad sewa jasa pengantaran, atau jasa garansi, atau penggantian orderdil bila terjadi kerusakan.
Dalam dunia pendidikan, di balik pembayaran SPP atau uang kuliah tunggal juga terkandung akad ganda. Ada akad sewa jasa guru/dosen, sewa ruangan kelas, beli jas almamater, beli kalender, beli buku-buku pedoman akademik, dan sebagainya.
Menurut Abdullah bin Muhammad bin Abdullah al Umrani akad ganda atau _al uqud al murakkabah adalah himpunan beberapa akad kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad – baik secara gabungan maupun secara timbal balik – sehingga seluruh hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum dari satu akad*.
Bagaimana hukum al uqud al murakkabah atau akad ganda? Haramkah? Bolehkah?
Tak semua akad ganda dilarang dan tak semua akad ganda itu boleh*.
Menurut Nazih Hammad bahwa hukum dasar dalam syara’ adalah bolehnya melakukan transaksi hybrid contract (akad ganda), selama setiap akad yang membentuknya ketika dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh, dan tidak ada dalil yang melarangnya.
Hukum asal boleh ini akan berubah menjadi tidak boleh bila dijumpai dalil yang secara spesik melarang penggabungan akad-akad tertentu. Juga menjadi tidak boleh bila penggabungan itu terbentuk dari akad yang dilarang.
Seperti yang disebutkan dalam hadits “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW melarang (penggabungan) jual beli dan hutang” (HR. Ahmad).
Seperti, kreditur memberi hutang kepada debitur dengan keharusan si debitur menjual rumah, dagangan, atau hasil sawahnya kepada kreditur.
Sesungguhnya istilah akad ganda bukanlah hal baru. Dalam literatur klasik dijumpai ulasan dan bahasan dengan istilah al uqud al mujtamiah atau ijtimau aqdaini fi aqdin waahidin atau muqaranatu aqdaini fi aqdin waahidin.
Para ulama klasik juga telah melakukan kategori yang boleh dan yang tidak boleh dalam praktik hybrid contract ini.
Seperti yang di tulis oleh Al Qadli Abdul Wahhab (wafat tahun 422 H), “Menurut kami, boleh muqaranatu al bai wa al ijarati (bergabungnya jual beli dan sewa) dalam satu akad”. Dalam al Syarhu al Shaghir disebutkan, “Tidak boleh penggabungan akad sharf (tukar-menukar uang) dengan akad jual beli dalam satu akad”.
Karena tidak semua akad ganda dilarang dan tidak semua dibolehkan, maka dalam Kitab Al Uqud Al Maaliyah Al Murakkabah, Abdullah al Umrani menyebutkan beberapa aturan tentangnya, yaitu:
(a) gabungan dua akad itu bukan termasuk yang terlarang;
(b) dua akad (yg digabung) tidak saling bertentangan;
(c) gabungan dua akad itu tidak menjadi sarana pada yang haram;
(d) gabungan akad itu bukan antara akad muawadlah (pertukaran) & tabarru (sosial).
Wallahu alam bisshawab
27 Rajab 1439H